Wednesday, August 06, 2008

Yahya bin Toha


Dari Wikipedia Bahasa Melayu, ensiklopedia bebas.
Lompat ke: pandu arah, gelintar
Hj Yahya Toha dilahirkan di Kampong Pisang, Kupang Baling, Kedah pada tahun 1906M bersamaan 1326H. Daripada kalangan komuniti Patani yang berhijrah dan mendiami daerah seperti Baling, Pendang, Sik, Padang Terap di Kedah dan Grik serta Batu Kurau di Perak[perlu rujukan]. Beliau memperolehi pendidikan agama sejak kecil dan seterusnya meneruskan pengajian di Pondok Kemelong, Sik, Kedah. Dalam usia 18 tahun beliau melanjutkan pengajian ke Makkah dan menuntut ilmu dengan beberapa orang guru berasal dari Patani. Antaranya ialah Tuan Guru Haji Wan Daud, Tuan Guru Haji Yahya al-Ramani (berasal dari Reman, Selatan Thai), Tuan Guru Haji Noor al-Ramani (berasal dari Reman) serta Syeikh Mokhtar dan Syekh al-Ihya’ (berasal dari Indonesia). Setelah berada selama 12 tahun di Makkah beliau kembali ke tanah air pada tahun 1935 dalam usia 30 tahun. Keazamannya untuk membuka sebuah pusat pengajian pondok bermula dengan beliau mengajar al-Quran dan ilmu agama menggunakan kitab-kitab Arab di rumahnya pada waktu malam dan pagi jumaat. Sambutan yang menggalakkan menyebabkan sebuah pusat pengajian pondok dibuka kemudiannya dikenali sebagai Madrasah Al-Khairiah atau lebih dikenali sebgai Madrasah al-Khairiah Kampong Pisang atau Pondok Kampong Pisang. Madrasah tersebut kini dikenali sebagai Yayasan al-Khairiah yang kini mempunyai pelajar mencecah 3,000 orang. Tuan Guru Haji Yahya dianggap oleh penduduk daerah Baling dan orang yang mengenali beliau dari daerah-daerah lain sebagai wali yang mempunyai karamah terutama selepas beliau dan sepupunya Haji Ahmad Abdul Rahman mengepalai masyarakat Baling dan penduduk utara Perak memerangi komunis melalui peperangan jihad atau perang sabil. Beliau meninggal dunia pada pada hari Khamis Jun 1959 dengan meninggalkan tiga orang isteri dan 15 orang anak.
Rujukan
Dr. Hashim Fauzy bin Yaacob (2009).Sumbangan Ulama Pondok Dalam
Pembangunan Masyarakat: Kajian Ke Atas Dua Ulama daerah 
          Baling. Kertas Kerja Simposium Warisan dan Tamadun Islam, 
          Akademi Islam, Universiti Malaya, Kuala Lumpur Malaysia.
          28 Disember 2009.
Muhammad Daud Abdul Hamid (1980). Pergolakan Politik Orang Melayu
Daerah Baling. Latihan Ilmiah, Jabatan Syariah, Universiti 
          Kebangsaan Malaysia, Bangi, Selangor.

Saturday, August 02, 2008

Hasan Al Banna


Imam Asy- Syahid Hasan Al Banna adalah imam para dai di abad 20, sesuai dengan namanya beliau adalah pembangun generasi yang baik. Imam Hasan bin Ahmad bin Abdurrahman Al-Banna lahir pada tahun 1906 M di daerah Mahmudiyah kota kecil dekat Iskandariyah Mesir. Ayahnya seorang ulama yang diakui keilmuannya oleh ulama lain. Disamping itu beliau bekerja sebagai tukang reparasi jam dan penjilidan buku sehingga ayahnya dikenal dengan julukan Asy-Syaikh As-Sa’ati.

Lingkungan pedesaan yang jauh dari hiruk-pikuk suasana kota turut membantu perkembangan Hasan Al Banna. Sehingga dalam usia yang masih muda beliau sudah berhasil menghafal Al-Qur’an. Beliau disamping berguru pada ayahnya juga berguru pada ulama lain, sampai akhirnya mengantarkan beliau belajar di Universitas Darul Ulum Kairo.

Ghirah keislamannya sudah tumbuh semenjak kecil. Beliau sangat rajin ibadah dan suka mengunjungi para ulama untuk berdiskusi tentang masalah agama dan problematika umat. Sehingga tidak aneh para ulama dan gurunya sangat mencintai beliau dan menaruh harapan yang besar terhadap Hasan Al-Banna. Kegundahannya terhadap kemaksiatan menyebabkan Hasan Al-Banna kecil bersama teman-temannya membuat organisasi Menolak Keharaman. Dan diantara aktivitasnya, mengingatkan umat Islam yang melakukan dosa dan meninggalkan kewajiban Islam seperti shalat, puasa, dan lain-lain. Hasan Al-Banna juga punya kegiatan yang dilakukannya ketika masih kecil, yaitu membangun-bangunkan orang tidur dari rumah ke rumah untuk shalat Subuh berjamaah di masjid.

Pada tahun 1928 pada saat berusia 22 tahun, beliau mendirikan Jama’ah Ikhwanul Muslimun. Tokoh-tokoh yang bergabung di jama’ah ini di antaranya Syaikh Muhibbuddin Al-Khatib, ulama hadits; Syaikh Dr. Musthafa As-Siba’i, ahli hukum; Syaikh Amin Al-Husaini, mufti Palestina. Dan sekarang dakwah yang dirintisnya sudah masuk ke lebih dari 70 negara. Hampir tidak ada gerakan reformasi di dunia Islam yang tidak terpengaruh oleh pemikiran Jama’ah Ikhwanul Muslimun. Kelebihan Imam Hasan Al-Banna bukan pada kemampuannya ta’liful kutub (mengarang buku), tetapi pada ta’liful qulub (menyatukan hati) dan ta’lifur rijal (mencetak generasi muslim). Tidak aneh jika pengikutnya hampir ada di seluruh penjuru dunia. Penamaan Jama’ah Ikhwanul Muslimun juga tidak lain dari keinginan beliau untuk menyatukan umat Islam dan mengembalikan mereka dalam kejayaan Islam.

Berkata ulama India Abul Hasan Ali Al-Hasani An-Nadawi tentang imam Hasan Al Banna, ”Kehadirannya cukup mengejutkan Mesir, dunia Arab dan dunia Islam secara keseluruhan. Semua terkejut oleh dakwah, tarbiyah, jihad dan kekuatannya yang unik. Allah telah mengumpulkan pada dirinya berbagai kemampuan yang kadang-kadang tampak kontradiktif di mata psikolog, sejarawan, dan kritikus, yaitu pemikiran yang brilian, pemahaman yang cemerlang, wawasan yang luas, perasaan yang kuat, hati yang penuh berkah, semangat yang membara, lisan yang fasih, zuhud dan qanaah –tanpa menyiksa diri– dalam kehidupan pribadinya. Cita-cita dan kepedulian yang tinggi dalam menyebarkan da’wah.”

Perhatian Hasan Al Banna terhadap Islam dan umat Islam sangat besar termasuk umat Islam yang jauh dari Mesir, seperti Indonesia. Hal ini yang menjadikan beliau memimpin sendiri Komite Solidaritas bagi Kemerdekaan Indonesia. Dan utusan Indonesia yang berkunjung ke Mesir saat itu, yaitu H. Agus Salim, Dr. H.M. Rasyidi, M. Zein Hasan dan lain-lain, mengucapkan terima kasih kepada Hasan Al-Banna atas dukungan untuk kemerdekaan Indonesia.

Imam Hasan Al Banna berpesan kepada pengikut-pengikutnya, ”Anda sekalian adalah ruh baru yang mengalir dalam jasad umat ini.” Dakwah dan jihad Hasan Al-Banna membuat kecut thaghut (penguasa yang lalim) yang hidup pada masa beliau. Tidak ada cara lain kecuali memusnahkan dakwah Hasan Al Banna. Tepat di depan kantor Organisasi Pemuda Islam yang didirikannya, Hasan-Al Banna ditembak. Sebagian pelaku membawa Hasan Al-Banna ke rumah sakit dan meminta kepada penjaga rumah sakit untuk membiarkannya tanpa penanganan medis.

Sampai setelah dua jam tanpa pertolongan medis, Hasal Al-Banna meninggal dunia. Tahun itu tahun 1949 M. Hasan Al-Banna dishalatkan oleh ayahnya yang sudah sepuh dan 4 orang wanita. Begitulah Hasan Al-Banna yang hidup untuk Islam dan umat Islam. Meninggal akibat konspirasi yang menginginkan dakwahnya redup. Tetapi kematiannya tidak membuatnya mati. Dakwahnya tetap hidup dan namanya tetap harum. Pendukung gerakan dakwahnya semakin banyak.

Demikianlah Allah akan menjaga agama-Nya. Dia selalu mengutus pada setiap abad ulama yang akan mengembalikan Islam pada kemurnian dan kejayaannya. Rasulullah saw. Bersabda, “Sesungguhnya Allah akan mengutus pada umat ini pada setiap satu abad orang yang memperbarui urusan agamanya.” (Abu Dawud, Al-Hakim dan Al-Baihaqi). [http://askarullah.wordpress.com]


Fatwa Syaikh Abdullah bin Jibrin Tentang Hasan Al-Banna dan Sayyid QuthbSegelintir pemuda mengelompokkan Sayyid Quthb dan Hasan Al-Banna sebagai ahli bid’ah berikut melarang membaca buku-buku mereka, serta menuduh beberapa ulama lainnya sebagai penganut faham khawarij. Alasan mereka melakukan itu semua adalah dalam rangka menjelaskan kesalahan kepada masyarakat, sedang status mereka sendiri masih sebagai para penuntut ilmu. Saya sangat mengharapkan jawaban yang dapat menghilangkan keragu-raguan dan kebingungan saya mengenai hal ini.
Jawab:
Segala puji bagi Allah semata …
Menggelari orang lain sebagai mubtadi’ (pelaku bid’ah) atau fasik (pelaku dosa besar) adalah perbuatan yang tidak dibenarkan atas umat Islam, karena Rasulullah bersabda:
{مَنْ قَالَ لأَخِيْهِ يَا عَدُوَّ اللهِ وَلَيْسَ كَذلِكَ حَارَ عَلَيْهِ} (رواه مسلم).
“Barangsiapa yang mengatakan kepada saudaranya: “Wahai musuh Allah”, sedang kenyataannya tidak seperti itu, maka ucapannya itu menimpa dirinya sendiri.” (HR. Muslim).
{مَنْ كَفَّرَ مُسْلِماً فَقَدْ بَاءَ بِهِمَا أَحَدُهُمَا} (رواه البخاري ومسلم).
“Barangsiapa yang mengkafirkan seorang muslim, maka ucapan itu tepat adanya pada salah satu di antara keduanya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
{… أَنَّ رَجُلاً مَرَّ بِرَجُلٍ وَهُوَ يَعْمَلُ ذَنْباً فَقَالَ: وَاللهِ لاَ يَغْفِرُ اللهُ لَكَ . فَقَالَ: مَنْ ذَا الَّذِيْ يَتَأَلَّى عَلَيَّ أَنِّيْ لاَ أَغْفِرُ لِفُلاَنٍ ، إِنِّيْ غَفَرْتُ لَهُ وَأَحْبَطْتُ عَمَلَكَ} (رواه مسلم).
“… bahwa ada seseorang yang melihat orang lain melakukan dosa, lalu ia berkata kepadanya: ‘Demi Allah, Allah tidak akan mengampunimu’. Maka Allah berfirman: ‘Siapakah gerangan yang bersumpah atas (Nama)Ku bahwa Aku tidak akan mengampuni si fulan? Sesungguhnya Aku telah mengampuninya dan Aku gugurkan (pahala) amalmu’.” (HR. Muslim).
Kemudian saya ingin mengatakan bahwa Sayid Quthub dan Hasan Al-Banna termasuk para ulama dan tokoh dakwah Islam. Melalui dakwah mereka berdua, Allah telah memberi hidayah kepada ribuan manusia. Partisipasi dan andil dakwah mereka berdua tak mungkin diingkari. Itulah sebabnya, Syaikh Abdulaziz bin Baaz[2] mengajukan permohonan dengan nada yang lemah lembut kepada Presiden Mesir saat itu, Jamal Abdunnaser – semoga Allah membalasnya dengan ganjaran yang setimpal - untuk menarik kembali keputusannya menjatuhkan hukuman mati atas Sayid Quthub, meskipun pada akhirnya permohonan Syaikh Bin Baaz tersebut ditolak.
Setelah mereka berdua (Sayid Quthub dan Hasan Al-Banna) dibunuh, nama keduanya selalu disandangi sebutan “Asy-Syahid” karena mereka dibunuh dalam keadaan terzalimi dan teraniaya. Penyandangan sebutan “Asy-Syahid” tersebut diakui oleh seluruh lapisan masyarakat dan tersebarluaskan lewat media massa dan buku-buku tanpa adanya protes atau penolakan.
Buku-buku mereka berdua diterima oleh para ulama, dan Allah U memberikan manfaat - dengan dakwah mereka - kepada hamba-hambaNya, serta tak ada seorang pun yang telah melemparkan tuduhan kepada mereka berdua selama lebih dari duapuluh tahun. Bila ada kesalahan yang mereka lakukan, maka hal yang sama telah dilakukan oleh Imam Nawawi, Imam Suyuthi, Imam Ibnul Jauzi, Imam Ibnu ‘Athiyah, Imam Al-Khaththabi, Imam Al-Qasthalani, dan yang lainnya.
Saya telah membaca apa yang ditulis oleh Syaikh Rabie’ Al-Madkhali tentang bantahan terhadap Sayid Quthub, tapi saya melihat tulisannya itu sebagai contoh pemberian judul yang sama sekali jauh dari kenyataan yang benar. Karena itulah, tulisannya tersebut dibantah oleh Syaikh Bakr Abu Zaid[3] hafidzhahullah …
وَعَيْنُ الرِّضَا عَنْ كُلِّ عَيْبٍ كَلِيْلَةٌ وَلكِنَّ عَيْنَ السُّخْطِ تُبْدِي الْمَسَاوِيَ
Mata cinta
terasa letih memandang aib
Tapi mata murka
selalu menampakkan aib
Abdullah bin Abdurrahman bin Jibrin
26 Shafar 1417 H.
___
Catatan Kaki:
[1] Anggota Hai-ah Kibaril ‘Ulama (Majelis Ulama Saudi Arabia).
[2] Mantan Ketua Umum Hai-ah Kibaril ‘Ulama (Majelis Ulama Saudi Arabia) dan Mantan Ketua Umum Dewan Riset Ilmiah, Fatwa, Dakwah dan Bimbingan Islam Kerajaan Saudi Arabia, rahimahullah.
[3] Anggota Hai-ah Kibaril ‘Ulama (Majelis Ulama Saudi Arabia).

Muhammad bin Shalih Al Utsaimin

Nasabnya: Beliau adalah Abu Abdillah Muhammad bin Shalih bin Muhammad bin Utsaimin Al Wuhaibi At Tamimy.

Kelahirannya: Beliau dilahirkan di kota 'Unaizah pada tanggal 27 Ramadhan tahun 1347 H.

Pendidikannya: Beliau belajar Al Qur'anul Karim kepada kakek dari pihak ibunya, yaitu Abdurahman bin Sulaiman Ali Damigh Rahimahullah sampai hafal, selanjutnya beliau belajar Khath, berhitung dan sastra.

Seorang ulama besar, Syaikh Abdurahman As Sa'dy Rahimahullah telah menunjuk dua orang muridnya agar mengajar anak-anak kecil, masing-masing adalah Syaikh Ali Ash Shalihy dan Syaikh Muhammad bin Abdul Aziz al Muthawwa'. Kepada Syaikh Muhammad bin Abdul Aziz inilah beliau belajar kitab Mukhtasharul Aqidah Al Wasithiyah dan Minhaajus Saalikin Fil Fiqhi, keduanya karya Syaikh Abdurahman As Sa'dy dan Al Ajrumiyah serta Al Alfiyah.

Lalu kepada Syaikh Abdurrahman bin Ali 'Audan beliau belajar Fara'idh dan Fiqih. Kepada Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa'dy yang dikategorikan sebagai Syaikhnya yang utama beliau belajar kitab Tauhid, Tafsir, Hadits, Fiqih, Ushul Fiqih, Fara'idh, Musthalahul Hadits, Nahwu dan Sharaf.

Syaikh Utsaimin memiliki tempat terhormat dalam pandangan Syaikhnya, hal ini terbukti di antaranya ketika ayahanda beliau pindah ke Riyadh pada masa awal perkembanganya dan ingin agar anaknya, Muhammad Al Utsaimin pindah bersamanya. Maka Syaikh Abdurrahman As Sa'dy (sang guru) menulis surat kepada ayahanda beliau: "Ini tidak boleh terjadi, kami ingin agar Muhammad tetap tinggal di sini sehingga dia bisa banyak mengambil manfaat."

Berkomentar tentang Syaikh tersebut, Syaikh Utsaimin mengatakan: "Syaikh As Sa'dy sungguh banyak memberi pengaruh kepada saya dalam hal methode mengajar, memaparkan ilmu serta pendekatannya kepada para siswa melalui contoh-contoh dan substansi-substansi makna. Beliau juga banyak memberi pengaruh kepada saya dalam hal akhlak. Syaikh As Sa'dy Rahimahullah adalah seorang yang memiliki akhlak agung dan mulia, sangat mendalam ilmunya serta kuat dan tekun ibadahnya. Beliau suka mencandai anak-anak kecil, pandai membuat senang dan tertawa orang-orang dewasa. Syaikh As Sa'dy adalah orang yang paling baik akhlaknya dari orang-orang yang pernah saya lihat."

Syaikh Utsaimin juga belajar kepada Syaikh Abdul Aziz bin Baz Hafizhahullah, Syaikh Abdul Aziz bin Baz adalah guru kedua beliau, setelah Syaikh As Sa'dy. Kepada Syaikh Bin Baz beliau belajar kitab Shahihul Bukhari dan beberapa kitab karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan kitab-kitab Fiqih.

Mengomentari Syaikh Bin Baz, Syaikh Utsamin mengatakan: "Syaikh Bin Baz banyak mempengaruhi saya dalam hal perhatian beliau yang sangat intens terhadap hadits. Saya juga banyak terpengaruh dengan akhlak beliau dan kelapangannya terhadap sesama manusia."

Pada tahun 1371 H, beliau mulai mengajar di masjid. Ketika dibuka Ma'had Ilmi, beliau masuk tahun 1372 H, Syaikh Utsaimin mengisahkan: "Saya masuk Ma'had Ilmi pada tahun kedua (dari berdirinya Ma'had) atas saran Syaikh Ali Ash Shalihy, setelah sebelumnyamendapat izin dari Syaikh Sa'dy. Ketika itu Ma'had Ilmi dibagi menjadi dua bagian: Umum dan Khusus, saya masuk ke bagian Khusus, saat itu dikenal pula dengan sistem loncat kelas. Yakni seorang siswa boleh belajar ketika liburan panjang dan mengikuti tes kenaikan di awal tahun. Jika lulus dia boleh di kelas yang lebih tinggi. Dengan sistem itu saya bisa menghemat waktu."

Setelah dua tahun menamatkan belajar di Ma'had Ilmi, beliau lalu ditunjuk sebagai guru di Ma'had ilmi 'Unaizah sambil melanjutkan kuliah di Fakultas Syari'ah dan tetap juga belajar di bawah bimbingan Abdurahman As Sa'dy Rahimahullah.

Ketika As Sa'dy wafat beliau ditetapkan sebagai Imam Masjid Jami' di 'Unaizah, mengajar di Maktabah 'Unaizah Al Wathaniyah dan masih tetap pula mengajar di Ma'had Ilmi. Setelah itu beliau pindah mengajar di Cabang Universitas Imam Muhammad Ibnu Saud Qashim pada fakultas Syari'ah dan Ushuluddin hingga sekarang. Kini beliau menjadi anggota Hai'atu Kibaril Ulama (di Indonesia semacam MUI, pent.) Kerajaan Saudi Arabia. Syaikh Utsaimin memiliki andil besar di medan dakwah kepada Allah Azza wa Jalla, beliau selalu mengikuti berbagai perkembangan dan situasi dakwah di berbagai tempat.

Perlu dicatat, bahwa Yang Mulia Syaikh Muhammad bin Ibrahim Rahimahullah telah berkali-kali menawarkan kepada Syaikh Utsaimin untuk menjadi qadhi (hakim), bahkan telah mengeluarkan Surat Keputusan yang menetapkan beliau sebagai Ketua Mahkamah Syari'ah dikota Ihsa' , tetapi setelah melalui berbagai pendekatan pribadi, akhirnya Mahkamah memahami ketidaksediaan Syaikh Utsaimin memangku jabatan ketua Mahkamah .

Karya-karya beliau:Syaikh Utsaimin Hafizhahullah memiliki karangan lebih dari 40 buah. Di antaranya berupa kitab dan risalah. Insya Allah semua karya beliau akan dikodifikasikan menjadi satu kitab dalam Majmu'ul Fatawa war Rasa'il. (alsofwah.or.id)